Arabela Kaulika,  Lembar Kehidupan di Barat Negeri Kanguru

Nama saya Arabella Kaulika, mahasiswi semester lima jurusan Bahasa Inggris dari Politeknik Negeri Sriwijaya. Lahir dan dibesarkan di Palembang, sembilan belas tahun terkungkung di kota yang sama turut andil dalam membentuk saya menjadi sosok yang imajinatif dan berjiwa bebas. “Berjiwa bebas” bukan berarti mengesampingkan aturan-aturan yang ada, melainkan mengapresiasi perbedaan tanpa terpaku pada satu sudut pandang.

Sejak kecil, saya sudah tertarik untuk mempelajari bahasa asing. Lama-kelamaan, kegemaran tersebut berubah menjadi keseharian dan terus saya bawa hingga remaja. Saya pun membulatkan tekad untuk menjadi pribadi yang berjasa bagi masyarakat melalui minat saya ini. Ketika SMA, saya mengambil jurusan IPA. Namun, hal itu lantas tidak membuat impian saya berkarier di dunia sastra dan pariwisata redup. Secara pribadi, saya berpendapat bahwa tidak seharusnya kita membatasi diri dalam mengenyam pendidikan. Berbekal pemikiran tersebut, saya menyertakan diri dalam program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) untuk pelajar vokasi. Melalui program ini, saya berkesempatan untuk menelusuri semesta di luar kota kelahiran—tanah air, bahkan—dan yang paling utama, menimba ilmu di bawah bimbingan para pemrakarsa di mancanegara; tepatnya di Phoenix Academy, Australia.

Bohong kalau jalan yang saya tapaki hingga sampai ke titik ini saya bilang mudah; bahkan, periode yang saya lalui di sini pun tak luput dari rintangan. Sistem pembelajaran yang mengharuskan mahasiswa untuk menggagas ide dan ikut serta dalam pengulasan setiap topiknya dan fakta bahwa saya harus beradaptasi dan bertukar pikiran dengan orang-orang dengan latar belakang, etnis, budaya, dan norma yang berbeda dari Indonesia sempat membuat saya segan, tetapi rasa kalut itu dipatahkan ketika saya mendapati mereka mengapresiasi setiap langkah yang saya ambil, sekecil apapun itu. Mereka juga mengajarkan untuk mengoperasikan hal-hal di luar pelajaran, sesederhana memesan tiket untuk transportasi dan menyeberangi jalan. Pernah sekali kami para awardee IISMA di Phoenix ditugaskan untuk membuat rencana untuk akhir pekan di Perth dan mempresentasikannya di depan khalayak sebagai bagian dari orientasi kami; sempat saya khawatir karena itu adalah kali pertama saya menampilkan ide di depan penduduk negara lain, dengan topik yang asing pula. Namun, trainer yang membimbing kami ketika itu memberikan dukungan, dan tak hentinya melempar senyum sepanjang presentasi. Mungkin itu salah satu hal yang membuat saya terpacu untuk memoles diri lebih baik lagi, dan harus diakui, dibandingkan dengan sebelum keberangkatan, saya menjadi lebih asertif dalam menyampaikan pendapat dan berani berinovasi.

Selain mengikuti kegiatan belajar dan mengajar yang terbilang sangat berpusat pada penyampaian pendapat dan , saya pernah beberapa kali mengikuti kegiatan volunteer bersama beberapa awardee. Volunteering pertama dilaksanakan di salah satu pantai di Perth, yakni Scarborough Beach. Di sana, kami membersihkan Scarborough Beach di bawah pengarahan sebuah organisasi pembersihan lingkungan bersifat non-profit bernama Impact Project. Masing-masing dari peserta kegiatan diberikan peralatan berupa sarung tangan dan ember. Melihat betapa terawatnya pantai di Perth membuat saya merasa kagum dan apresiatif terhadap kepedulian pemerintah dan penduduk Australia terhadap lingkungan. Setelahnya, kami berpartisipasi dalam kegiatan pembersihan habitat burung-burung di Bibra Lake. Di sini, kami diberikan kuliah singkat terkait kondisi biologis dan ekosistem para unggas yang dirawat dan dilindungi di area tersebut, sebelum akhirnya membersihkan kawasan sekitar mengikuti pemandu yang ada.

Tak hanya itu, para awardee IISMA Vokasi di Phoenix Academy berkesempatan melakukan kunjungan industri di Motor Trade Association of Western Australia, atau biasa disingkat MTA. MTA sendiri adalah industry group terbesar yang beroperasi di bidang automotif di Australia Barat. Waktu kunjungan kami habiskan dengan bertukar pikiran dan berbicara dengan CEO MTA secara langsung, yakni Stephen Moir. Konversasi dengan beliau memberikan kami pengetahuan terkait kultur bekerja di Australia, nilai-nilai yang dijunjung oleh perusahaan, serta sejarah perusahaan dan pengalaman pribadi dari sang CEO sendiri.

Yang terakhir, dan menurut saya pribadi adalah merupakan momen paling berkesan adalah ketika saya dan para awardee IISMA lainnya di Perth bertemu dengan Menteri Kebudayaan dan Seni, Olahraga, dan Pendidikan Internasional untuk Australia Barat, David Templeman. Jangankan berbicara, tak pernah sekalipun terbersit di pikiran bahwa saya akan berhadapan dengan seorang menteri—nyatanya, beliau yang menghampiri kami duluan dan memperlakukan kami layaknya keluarga. Dalam pidatonya, beliau menyatakan bahwa kami, para pelajar dari Indonesia, adalah bagian dari keluarga Australia Barat, dan ketika kami kembali menjelajahi negeri ini kelak, mereka akan menyambut kami dengan tangan terbuka lebar. Sungguh, saya lantas bahwa saya benar-benar bersyukur bisa bergabung dalam program ini.

Demikianlah lembaran kehidupan yang saya tulis sebagai seorang awardee IISMA di Phoenix Academy. Segenap terima kasih saya haturkan kepada panitia IISMA, LPDP, pihak kampus, dan semua pihak yang mendukung saya hingga sampai ke tahap ini. Harapan saya untuk pengembangan Kampus Merdeka adalah agar pelajar vokasi lainnya dapat mengejar cita-cita mereka untuk belajar di luar negeri, dan opsi perguruan tinggi mitra yang lebih banyak dari batch sekarang. Saya berharap pendidikan vokasi di Indonesia bisa terus berkembang.

admin