Apa sih IISMA?

Awal semester tiga, ada cerita menarik dari sir Beni, cerita tentang kakak kakak yang berhasil kuliah di luar negeri. Setiap mata kuliah Writing, selalu ada dukungan yang besar dari sir Beni ; “semua orang bisa kuliah di luar negeri” Setiap pertemuan, pembahasan “essay adalah jantung IISMA” tidak pernah terlewatkan.Hari itu, untuk pertama kalinya essay kami di cek dan semua perjalanan tentang IISMA pun dimulai.

Sebelum mulai bercakap banyak, izinkan sang penulis untuk mengenalkan diri. Amanda Rahma Ayu, biasa dipanggil Amanda. Mahasiswi jurusan Bahasa Inggris di Politeknik Negeri Sriwijaya, mahasiswa semester lima yang menjalani magangnya di Irlandia, Eropa.

“Essay ini punya kemungkinan buat bisa lulus IISMA” kalimat sederhana, tapi menjadi awal semua bab kehidupan tentang IISMA. Untuk pertama kalinya, aku punya mimpi untuk kuliah di luar negeri. Selang berapa waktu, POLSRI mengadakan tes toeic gratis, jika pada tes tersebut nilai toeic bisa melebihi 605, biaya tes toeic untuk IISMA akan ditanggung oleh POLSRI. Tawaran yang menarik bukan? Tentu saja hal itu wajib untuk diikuti. Hari tes pun tiba, sayangnya score ku hanya 595, sangat tidak memungkinkan. Apakah aku kehilangan harapan? Jawabannya, iya. Namun, sir Beni memberi saran agar aku mengikuti tes toeic dengan biaya sendiri.

Semuanya bercampur aduk, rasa kecewa, pikiran tentang uang untuk tes mandiri serta takut gagal. Lalu, langkah apa yang ku lakukan? Tentu saja yang pertama adalah menangis. Menangis sambil menelfon orang tua, aku adalah anak rantau dari desa yang cukup jauh, Desa Lubuk Raman, Kabupaten Muara Enim. Tau apa kata pertama yang aku ucapkan?

“mama ayah, maaf”

Kedua orang tuaku tidak pernah tau mengenai IISMA, yang mereka tau, aku akan mengikuti tes agar bisa magang di luar kota. Niat hati ingin memberikan kejutan “aku berhasil lulus kuliah di luar negeri” berganti menjadi “mama, ayah, aku pengen ikut tes toeic, kalo lulus, aku bisa kuliah di luar negeri, tapi biaya tesnya mahal” lalu ayah merespon “iya nak, nanti ayah carikan, jangan nangis lagi”

Hari tes toeic IISMA pun tiba, hasil tes akan dikirimkan tiga hari kemudian. Untuk menghindari adanya kecurangan, kami diwajibkan untuk bergabung ke zoom meeting dengan pengawas yang berbeda. Aku jujur tidak berharap banyak, aku tidak punya rasa percaya diri yang tinggi dengan kemampuanku sendiri. Sore itu, aku sedang bersiap siap untuk kembali ke Palembang, ada email hasil tes toeic. Dengan rasa takut, aku membuka email tersebut dan berteriak, skor yang kudapat adalah 775.

Kepercayaan diri mulai meningkat, babak selanjutnya dimulai, yaitu Essay. Namun, ada juga beberapa hal yang perlu dipersiapkan, namun yang paling utama adalah essay. Mulai dari membuat outline, lalu merangkai satu persatu. Biasanya aku pergi ke POLSRI jam dua belas siang, sesuai dengan jam kuliah anak kelas siang. Namun kebiasaan itu mesti di ubah, terkadang jam tujuh pagi harus sudah berada di kampus, lanjut kuliah sampai sore. Malamnya mengerjakan essay, pola ini sangat sering terjadi. Sampai puncaknya, aku mimisan. Aku terlalu fokus dan menyepelekan kesehatan.  Namun itu sebanding dengan essay yang kubuat, hanya mendapatkan dua kali revisi dan siap untuk disubmit.

Setelah beberapa tes lainnya, wawancara merupakan tes yang paling aku takuti. Sehari sebelum wawancara, mama sempat memberikan dukungan, lalu besoknya, ayah juga menelfon dan memberikan dukungan. Dengan dukungan yang kuat, aku berhasil melalui wawancara, bahkan mendapatkan pujian “IISMA need fresh energy like you” apapun hasilnya, aku sudah melakukan semua hal yang ku bisa.

Hari pengumuman pun tiba, dan rasa tidak percaya diri itu muncul lagi. Namun, ini adalah hari penentuan. Setelah berdoa, aku membuka portal dan dinyatakan lulus di Dundalk Institute of Technology, Irlandia. Dan kembali lagi ke hari dimana tes toeic ku kurang, aku menangis lagi, namun kali ini dengan rasa syukur. 

Jika ingin pergi ke luar negeri, paspor merupakan hal prioritas. Jadwal pembuatan paspor di Palembang sudah penuh, sedangkan region Ireland memiliki deadline pengumpulan paspor yang lumayan cepat. Akhirnya, aku dan orang tua ku memutuskan untuk ke Muara Enim, sekitar tiga jam perjalanan dari rumah dan enam jam perjalanan dari Palembang. Walaupun lebih jauh, paspor ku berhasil tiba tepat waktu.

Selain itu, IISMA juga meminta SKCK dan surat negatif narkoba. Sama seperti pembuatan paspor, orang tua ku ikut mengantar. Mungkin aku terlihat seperti si manja, walaupun benar karna aku anak tunggal, namun, secara tidak langsung, aku melibatkan kedua orang tua ku dalam semua “perjalanan IISMA” aku ingin mereka tidak ketinggalan dengan semua hal yang ku lakukan.

Di Dundalk Institute of Technology, kami merupakan angkatan pertama yang tidak tau apa apa, jadi seringkali kami melakukan searching serta bingung karna tidak cukupnya informasi. Belum lagi pengurusan visa Irlandia, ada dokumen yang lupa dikirim sehingga harus kirim ulang dan memakan waktu lumayan lama, namun tetap berhasil selesai tepat waktu.

Hari keberangkatan kami pun tiba, setelah menempuh 20 jam perjalanan, kami akhirnya sampai ke dorm. Aku memilih ruangan dengan kapasitas empat orang, namun aku mendapatkan kamar VIP, kamar yang lebih luas serta memiliki kamar mandi dalam. Padahal aku yang terakhir memilih kamar, namanya juga rezeki.

Setelah masa orientasi, kami memulai kelas pertama kami. Aku tidak terlalu banyak berinteraksi di dua minggu pertama, namun saat memasuki minggu ketiga, aku mulai terbiasa mengobrol dengan murid maupun dosen DkIT (Dundalk Institute of Technology).

Mungkin beberapa dari kalian penasaran, apa saja hal yang ku lakukan selama berkuliah serta tinggal di negara orang. Silahkan cek beberapa foto dibawah ini ya!

Untuk pertama kalinya, aku diajari cara membuat kopi menggunakan mesin, selain itu,juga dibuatkan kopi oleh Aiden, dosen kami di mata kuliah Hospitality Enterprise Development. Mata kuliah ini berfokus pada kelas praktik kami, melakukan penjualan di kafe.

Selain itu, kami juga mengikuti acara DkIT Sport, acara ini bertujuan untuk mengenalkan organisasi yang ada di kampus. Kami memasak Indomie serta mengadakan beberapa game yang memiliki hadiah khas Indonesia.

Untuk mengenal satu sama lain lebih dekat, kami mengadakan acara House Warming, sebagai acara perkenalan kami kepada student dari berbagai macam negara.

Dosen disini juga masih menggunakan papan tulis, make sure semuanya paham. Irlandia juga punya pasar malam! Seru banget dan harganya masih masuk asal, sekitar €4 atau sekitar IDR 67,262.00/orang. Dosen sempat mengadakan tea time, dimana kami berdiskusi tentang industrial visit yang akan kami lakukan. Ada acara future career, ada banyak perusahan yang membuka lowongan kerja fulltime ataupun partime sesuai dengan course kami.

Ini adalah event terbesar kami, hampir 50 orang datang ke acara ini. Kami memperkenalkan budaya Indonesia serta menyajikan beberapa makanan khas.

Bukan hanya student DkIT, kami juga berkenalan dan menjadi akrab dengan student Shannon, kampus lain yang berada di Irlandia.

Dan ini merupakan suhu Dundalk. Biasanya ditambah dengan hujan serta angin yang kencang.

Sekarang usiaku 19 tahun dan memberanikan diri sendiri untuk kuliah ke Eropa, dimana berbagai macam hal sangat berbeda. Mulai dari makanan, cuaca serta pendekatan kepada penduduk lokal. Namun, hal ini juga menjadi salah satu experience yang akan sangat disesali jika dilewatkan. Terimakasih banyak untuk Politeknik Negeri Sriwijaya, yang sangat mendukung penuh kegiatan mahasiswanya, serta dukungan dari teman dan keluarga. Masih banyak hal lain yang akan ku lakukan, salah satunya ke Belfast (tempat syuting Harry Potter dan Kapal Titanic) serta mendapatkan banyak lagi teman. Dan, aku sangat sangat senang jika kalian ingin bertanya tentang IISMA ataupun IRELAND dan DkIT melalui akun Instagram (@amandarhmaaa)

admin